Tes Inteligensi

Pengertian Tes Inteligensi dan Bakat Serta Manfaatnya

Posted on

Pemahaman individu dengan teknik tes dimaksudkan untuk mengukur potensi diri siswa dengan menggunakan tes. Pengukuran dengan teknik tes dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu (1) tes hasil belajar (asesmen autentik), (2) tes psikologis (kecerdasan, bakat, minat, kepribadian), dan (3) tes fisiologis (Butawarna, visus, pendengaran, kidal, VO max, koordinasi motorik, kesehatan umum). 

Tes hasil belajar dikembangkan oleh guru matapelajaran sesuai dengan bidang masing-masing, seperti: tes matematika, biologi, bahasa Indonesia, dsb. Tes psikologis merupakan alat ukur potensi siswa untuk mengetahui inteligensi, bakat, minat, dan kepribadian. Selanjutnya, paparan mengenai pengukuran potensi individu dikhususkan pada tes inteligensi dan tes bakat.

Baca: Catatan Anekdot Untuk Mengungkap Peristiwa atau Kejadian

Salah satu definisi inteligensi yang banyak dianut orang ialah definisi yang dikemukakan oleh David Wechsler (1966). Wechsler mendefinisikan inteligensi sebagai kapasitas keseluruhan dari individu untuk bertindak dengan bertujuan, berpikir secara rasional, dan menangani lingkungannya secara efektif.

Tokoh yang telah mengkaji dan memelopori tes inteligensi pertama adalah Alfred Binet dan Theophile Simon.  Mereka berdua mengembangkan skala-skala inteligensi dan menerbitkan tes inteligensi yang pertama. Inteligensi sebagai suatu kemampuan mental tunggal yang sifatnya umum dan melandasi berbagai fungsi yang berbeda-beda. Inteligensi dianggap sebagai suatu kemampuan umum.

Sperman (1932), penemu analisis faktor, mengusulkan bahwa paling tidak ada dua faktor di dalam inteligensi, yakni faktor umum “g” yang merupakan faktor penentu utama dalam perilaku inteligen, dan banyak faktor-faktor spesifik lainnya yang disebut “s”. Selanjutnya Thurstone (1938) mengembangkan analisis faktor ganda. Menurut Thurstone, bahwa ada kemampuan-kemampuan lain selain faktor “g”.

Inteligensi bukanlah mencakup segala-galanya, tapi merupakan kemampuan dari sejumlah kemampuan yang berbeda-beda. Thurstone kemudian mengidentifikasikan adanya tujuh buah kemampuan yang belakangan dikenal luas sebagai kemampuan-kemampuan utama (primary mental ability, atau biasa disingkat PMA).

Baca: Catatan Kumulatif Sebagai Alat Penghimpun Data

Kemampuan-kemampuan yang dimaksud ialah kemampuan spasial (berkait dengan ruang), kecepatan persepsi, kecakapan numerik (menggunakan angka-angka), pe­mahaman verbal, ingatan, kefasihan kata, dan kemampuan untuk menarik kesimpulan secara umum.

J. P. Guilford (1967), berpandangan lain bahwa dalam diri manusia memiliki 120 kemampuan, yang masing-masing memiliki ciri tersendiri. Menurut Guilford, ada empat jenis stimulus dalam lingkungan  (isi), lima jenis jawaban (operasi), dan enam jenis produk yang bila digabung akan menghasilkan 120 buah faktor intelektual yang unik. Berbeda dengan pandangan Jean Piaget dan J. S. Bruner, memandang inteligensi dari perspektif perkembangan dan tampaknya tidak mempedulikan masalah struktur inteligensi.

Piaget (1952) pakar psikologi kognitif, mengemukakan bahwa untuk dapat memahami hakekat inteligensi diperlukan sekali mengidentifikasi proses-proses yang memberikan andil pada perubahan dalam perkembangan. Seorang anak mengalami perubahan melalui empat tahap perkembangan yang makin bertambah kompleks. Rangkaian perubahan-perubahan dalam perkembangan inilah yang membentuk inteligensi orang dewasa.

Pada awal tahun 1980an pakar kontroversial Howard Gardner mengemukakan bahwa inteligensi tidaklah bersifat tunggal, tetapi majemuk. Apabila pandangan lama menyatakan bahwa inteligensi itu satu dan bebas budaya, maka Gardner mempunyai pandangan bahwa inteligensi itu majemuk dan sarat budaya. Oleh karena itu, ia mendefinisikan inteligensi sebagai berikut.

An intelligence as a biopsychological potential to process information that can be activated in a cultural setting to solve problems or create products that are of value in a culture (Gardner, 1999).

Howard Gardner yang mengusulkan suatu teori inteligensi ganda (multiple intelligences) yang dikenal sebagai “The Seven Frames of Mind”. Menurut Gardner, ada setidak-tidaknya tujuh cara yang sama pentingnya dalam memandang dunia. Ketujuh kemampuan yang diusulkan Gardner itu adalah inteligensi linguistik, inteligensi matematik-logis, inteligensi spasial, inteligensi musikal, inteligensi kinestetik-tubuh, inteligensi interpersonal, dan inteligensi intrapersonal.

Seorang dapat saja amat kuat dalam salah satu inteligensi dan lemah pada inteligensi-inteligensi lainnya. Berbeda dengan peneliti-peneliti sebelumnya, Gardner menyatakan bahwa setiap inteligensi memiliki operasinya sendiri, dan eksistensinya bebas di dalam sistem saraf manusia. Namun, tidaklah jelas bagaimana dia menghubungkan ke tujuh kemampuan ini dengan pengertian konvensional, baik tentang kemampuan umum ataupun kemampuan khusus.

Menurut Gardner inteligensi majemuk dan terdiri atas: (1) Inteligensi verbal-linguistik, (2) Inteligensi logika-matematika, (3) Inteligensi spasial, (4) Inteligensi musical, (5) Inteligensi bodi-kinestetik, (6) Inteligensi intrapersonal, (7) Inteligensi interpersonal, dan (8) Inteligensi natural (perkembangan terakhir).

Dari uraian di atas inteligensi diartikan sebagai: (1) Kemampuan untuk belajar (Capacity to learn), (2) Keseluruhan pengetahuan yang diperoleh (Total knowledge acquired), dan (3) Kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan (Ability to adapt to the environment). Dapat disimpulkan bahwa inteligensi bukan saja sebagai satu aspek tunggal yang bebas budaya.

Inteligensi merupakan kemampuan bawaan yang berkembang berkat diperolehnya pengetahuan dan dimanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu dalam pemahaman lebih jauh, inteligensi berkembang dipengaruhi oleh sama saja bagi siapapun dan berlaku dimanapun. Pandangan ini sekarang mulai dikikis melalui memerankan budaya dalam perkembangan inteligensi.

Seorang anak pelaut baru dikatakan beriteligensi tinggi kalau ia mampu menjalankan perahu menerjang ombak besar tanpa karam. Mereka tidak perlu memiliki angka rapot 10 di bidang matematika, tetapi mereka tahu persis aspek “fisika” dari jalannya perahu dalam menerjang ombak besar ; (b) Genes, (c) Parents’ education (d) Enriched environments, dan (e) Both heredity and environment are about equally influential.

Untuk mengidentifikasi bakat seseorang dikembangkan seperangkat tes yang dikenal dengan Tes Bakat Diferensial. Sub tes bakat diferensial dikembangkan berdasarkan suatu teori abilitas pengukuran bakat, dan terutama dikembangkan dengan lebih mengutamakan kegunaannya. 

Kegunaan yang dimaksud adalah lebih sebagai alat bantu pada pelayanan bimbingan dan konseling sekolah daripada untuk meneliti dan melukiskan struktur dan organisasi abilitas manusia (Raka Joni dan Djumadi, 1976). Dengan kata lain, pemerian bakat-bakat yang dimaksud tidak bertolak dari konsep faktor-faktor murni, melainkan lebih menitikberatkan pada kemungkinan penggunaan daya ramal (prediksi) hasil tes bagi perkembangan dan karir hidup individu (Raka Joni dan Djumadi, 1976; Nunnally, 1970, 1972).

Bakat adalah suatu kondisi pada seseorang yang dengan suatu latihan khusus memungkinkannya mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus, Misalnya, kemampuan berbahasa, bermain musik, dan lain-lain.  Seseorang berbakat main musik misalnya, dengan latihan yang sama dengan orang lain yang tidak berbakat musik, akan lebih cepat menguasai ketrampilan tersebut.

Dengan demikian keahlian bakat harus ditunjang oleh faktor lingkungan, faktor keturunan dikembangkan melalui olahan lingkungan misalnya, melalui latihan. Contoh: seseorang anak yang tidak berbakat musik, walaupun mendapat latihan dari seorang guru musik secara sangat intensif, tidak akan menjadi ahli musik yang top.

Demikian pula dengan anak berbakat keteknikan, bila tidak mendapat didikan dan latihan yang sesuai, tidak akan berkembang menjadi seorang ahli teknik. Selain itu faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan pada pengembangan bakat adalah kematangan dan perolehannya latihan pada saat yang tepat, lingkungan yang mempengaruhi pengembangan bakat dapat berupa: lingkungan sosial dan lingkungan pendidikan.

Bakat bukanlah merupakan trait atau sifat yang tunggal, melainkan merupakan kelompok sifat-sifat yang secara bertingkat membentuk bakat. Misalnya, dalam bakat musik harus ada sifat-sifat dasar dalam kemampuan persepsi musik, yaitu kepekaan nada, keserasian suara (tidak sumbang) volume suara dan ritme atau irama. Kelompok-kelompok sifat-sifat tertentu dapat membentuk kemampuan bertingkat, misalnya membentuk potensi akan kemampuan yang menonjol, perasaan akan musik, aspirasi akan musik dan semacam ekspresi musik, yaitu memainkan salah satu alat musik.

Tes Inteligensi dan Bakat

Berikut ini jabaran jenis tes Intelegensi dan Bakat:

Macam-Macam Tes Itelegensi

Jenis-jenis tes inteligensi di antaranya adalah:

  1. Tes Martik Progresif
  2. Culture Fair Intelligences Test
  3. Wechsler Adult Intelligences Scale
  4. Wechsler Intelligences Scale Children
  5. Tes Bennet, dsb.

Macama-Macam Tes Bakat

Multiple Aptitude Batteries, yaitu tes bakat yang mengukur bermacam-macam kemampuan, seperti: pengertian bahasa, kemampuan angka-angka, penglihatan keruangan, penalaran dalam berhitung, kecepatan persepsi. Dalam tes ini dapat dilihat kemampuan, kelemahan dan kekurangan seseorang yang masing-masing dinyatakan dalam angka tersendiri.

Hasilnya adalah profil angka-angka, berbeda dengan tes inteligensi umum, di mana semua aspek-aspek inteligensi keluar satu angka, antara lain yang dinyatakan sebagai IQ dan (2) Special Aptitude Test atau Single Aptitude Test atau tes bakat khusus, yakni tes yang hanya mengukur bakat tertentu. Misalnya, tes bakat makanikal, tes bakat klerk, tes bakat musik, tet bakat seni, dan lain-lain.

Di samping multiple Aptitude test, tes bakat khusus juga diperlukan oleh karena adanya bakat tertentu yang tidak tercapai dalam multple aptitude test, yaitu kemampuan yang memerlukan situasi yang sangat khusus.

Manfaat Tes Intelegensi dan Bakat

Tes inteligensi umum ini, meskipun mengandung berbagai aspek penting yang menunjang berfungsinya inteligensi seseorang, seperti misalnya, kemampuan bahasa, penalaran, dan lain-lain, semuanya menunjang satu angka sebagai keseluruhan unit inteligensi yang biasanya dinyatakan sebagai IQ. Tetapi masing-masing aspek tidak dimaksudkan untuk disimpulkan sendiri-sendiri.

Tes inteligensi yang hanya dapat memberikan gambaran kemampuan umum seseorang dan tidak dapat menggambarkan profil kemampuan seseorang pada aspek tertentu dirasakan kurang. Diperlukan adanya tes lain yang dapat mengukur aspek-aspek yang bermacam-macam secara khusus, oleh karena pada kenyataannya ada berbagai profil kemampuan antar individu yang satu dengan individu yang lainnya. Misalnya, seseorang menonjol di bidang bahasa, orang lain di bidang teknik, dengan kelemahan-kelemahan yang berbeda pula. Maka dirasakan perlunya penciptaan tes bakat yang dapat mengukur kemampuan di dalam berbagai aspek sebagai perlengkapan tes inteligensi.

A. Musterberg adalah salah seorang ahli yang memprakarsai pembuatan tes bakat pertama kali. Mula-mula tes bakat digunakan pada masa perang dunia I untuk menyeleksi pilot, pengemudi kemudian meluas ke bidang industri. Selama tahun 20 sampai tahun 30-an, tes yang digunakan terutama adalah tes inteligensi umum, karena tes inteligensi pada waktu itu dianggap sebagai satu-satunya tes yang mutlak dapat menentukan kemampuan seseorang (inteligensi).

Test bakat bertujuan membantu merencanakan dan membuat keputusan mengenai pilihan pendidikan dan pekerjaan. Dari test bakat diperoleh gambaran mengenai seseorang di dalam berbagai bidang kemampuan. Hasil test seyogyanya dipergunakan sebagai informasi yang berguna, bukan sebagai pembuat keputusan, karena bagaimanapun keputusan merupakan tugas individu sendiri. Test bakat tidak dapat memprediksikan dengan mutlak pekerjaan atau karier apa yang harus dijalani, dan juga tidak memberikan jawaban atas pertanyaan yang sangat khusus, misalnya “Dapatkah saya menjadi seorang dokter ?”

Dengan disertai data lainnya test bakat dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti misalnya: (1) Apakah dapat diterima dan beralasan bagi saya untuk memilih bidang kesehatan sebagai karier saya? (2) Manakah pekerjaan yang lebih baik bagi saya antara bidang mekanik dan bidang kedokteran ? (3) Apakah kekurangan serta kelebihan pada saya yang harus dipertimbangkan bila saya hendak menjadi sekretaris ? (4) Bagaimanakah kemungkinan keberhasilan saya bila saya melanjutkan pendidikan ke tingkat universitas? dan (5) Melihat kemampuan-kemampuan yang ada pada saya, jurusan manakah saya lebih sukai: IPA, IPS, ataukah bahasa ?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *