Kembali ke belakang tepatnya awal tahun 2000an guru Bimbingan dan Konseling (BK) pada menggunakan LKS (Lembar Kerja Siswa) untuk memudahkan guru menyampaikan materi bimbingan kepada siswa.
Segala upaya dilakukan guru BK untuk mendapatkan LKS, salah satunya melalui pengadaan LKS yang harus dibeli oleh semua siswa. Memang dengan adanya LKS, guru merasa sangat terbantu karena beban memberikan layanan bimbingan semakin ringan.
Baca: Perbedaan Gelar Bimbingan Konseling S.Pd., Gr dan .Kons
Materi dapat diberikan tepat waktu sesuai dengan program tahunan maupun program semester. Selain itu di akhir pembelajaran juga ada lembar evaluasi yang bisa diisi oleh siswa.
Namun fenomena LKS BK banyak mendapatkan pertentangan dari praktisi Bimbingan dan Konseling. Kalau dari MGBK (Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling) sepakat dengan adanya LKS.
Praktisi Bimbingan dan Konseling menyuarakan stop menggunakan LKS dimulai dari bangku perkuliahan. Biasanya mahasiswa diberikan pemahaman kenapa tidak boleh menggunakan LKS BK. Kemudian dari adanya seminar atau workshop yang pada saat itu menyinggung LKS BK.
Kenapa LKS Bimbingan Konseling Dilarang?
Kalau memudahkan guru memberikan layanan Bimbingan kenapa LKS BK dilarang? alasannya materi yang diberikan tidak sesuai dengan kondisi siswa. Cenderung guru BK yang menyesuaikan materi dari LKS BK sehingga tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan siswa.
Materi LKS disusun oleh penulis dan sesuai keinginan penulis. Beda ceritanya kalau LKS BK tersebut disusun langsung oleh guru BK di sekolah tersebut dengan mengadakan asesmen kebutuhan terlebih dahulu.
Dari hasil asesmen dibuatlah LKS BK yang tepat sasaran. Pertanyaannya, Apakah guru BK mampu menyusun LKS sendiri? atau apakah ketika awal semester LKS telah selesai dibuat. Dengan adanya pemahaman pelarangan LKS ini, sekarang MGBK juga melarang penggunaan LKS BK.
