Perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remediatif, klinis, dan terpusat pada konselor, beralih ke pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif, berdampak secara langsung pada aplikasi pelaksananaan programnya. Dalam seting pendidikan formal di sekolah, implementasi bimbingan dan konseling diorientasikan pada upaya menfasilitasi perkembangan potensi konseli, meliputi aspek pribadi,sosial, belajar dan karir. Layanan yang diberikan terkait dengan pengembangan pribadi konseli (peserta didik) sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan spiritual), (Depdiknas, 2008:194).
Konsep bimbingan yang dikemukakan oleh Romlah (2006) tetap relevan di era bimbingan konseling perkembangan. Bimbingan dijelaskan sebagai suatu proses bantuan yang diberikan kepada individu konseli (peserta didik) secara sistimatis dan berkelanjutan, oleh seorang ahli yang telah mendapatkan pelatihan khusus, agar individu yang dibantu dapat memahami diri dan lingkungannya, mengarahkan diri, menyesuaikan diri dan mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal, sesuai dengan nilai-nilai yang dianut, untuk mewujudkan kesejahteraan diri dan masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut, dapat dilihat bahwa tujuan bimbingan yaitu agar konseli (peserta didik) dapat faham tentang diri dan lingkungannya, dapat mengarahkan diri, menyesuaikan diri serta mengembangkan potensi yang dimiliki, hingga akhirnya mencapai kesejahteraan hidup.
Proses bantuan yang diberikan dapat diwujudkan dalam bentuk berbagai macam pelayanan. Merujuk pada rambu-rambu pelaksanaan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal, pelayanan bimbingan dan konseling dikategorikan ke dalam 4 komponen program pelayanan, yaitu pelayanan dasar, pelayanan responsive, perencanaan individual dan dukungan system. Ditinjau dari aspek perkembangan individu, bidang bimbingan yang harus diberikan kepada individu, meliputi bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir. Sementara dari sisi fungsi pelayanannya, dapat dibedakan sebagai pelayanan yang berfungsi untuk preventif (mencegah timbulnya masalah), developmental (pengembangan) dan kuratif (penyembuhan).
Pelayanan yang diberikan kepada individu tersebut dapat menggunakan berbagai macam strategi. Strategi dengan pendekatan kelompok,meliputi konseling kelompok, bimbingan kelompok dan bimbingan klasikal.Strategi konseling kelompok digunakan dalam layanan responsive untuk bimbingan yang bersifat kuratif. Sementara bimbingan kelompok ataupun bimbingan klasikal, untuk pelayanan dasar yanglebih bersifat preventif dan developmental dalam pelayanan dasar.
Di dalam penggalan 3 berikut ini membahasan bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok dipandang sebagai teknik bimbingan kelompok maupun sebagai strategi dalam bimbingan dan konseling.
Pengertian Bimbingan Kelompok
Konsep bimbingan kelompok dapat dipandang sebagai suatu teknik dalam bimbingan dan dapat pula dipandang sebagai salah satu strategi layanan bimbingan dan konseling.Sebagai strategi, bimbingan kelompok merupakan salah satu strategi dari komponen layanan dasar yang disebut sebagai layanan bimbingan kelompok.
Layanan bimbingan kelompok menurut rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal (2008), dipandang sebagai salah satu strategi dalam mengimplementasikan program bimbingan dan konseling, dimana konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada peserta didik di dalam kelompok kecil yang beranggotakan antara 5 sampai 10 orang. Pelayanan bimbingan kelompok ditujukan untuk merespon kebutuhan dan minat konseli (peserta didik).Topik yang diangkat merupakan masalah-masalah yang bersifat umum dan tidak bersifat rahasia.
Berdasarkan rambu-rambu tersebut dapat dikatakan bahwa layanan bimbingan kelompok dikelola secara kelompok, di luar kelompok kelas atau tidak berbasis kelas.Kelompok dalam layanan bimbingan kelompok merupakan kelompok kecil, dibentuk berdasarkan kebutuhan dan minat para anggota kelompoknya (konseli).Materi yang dibicarakan merupakan masalah-masalah yang bersifat umum (bukan masalah pribadi para anggota kelompok) dan tidak bersifat rahasia.Aktivitas di dalam kelompok dapat pula merupakan latihan keterampilan-keterampilan tertentu yang dibutuhkan oleh para anggota, misalnya keterampilan asertif, keterbukaan diri, keterampilan hubungan antar pribadi dan lain-lain.Dalam melaksanakan layanan bimbingan kelompok, dapat menggunakan berbagai macam teknik bimbingan kelompok.
Bimbingan kelompok sebagai suatu teknik dipandang sebagai proses pemberian bantuan pada individu (konseli) dalam situasi kelompok. Melalui suasana kelompok, memungkinkan anggota kelompok belajar berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman dalam upaya pengembangan wawasan, sikap, dan atau keterampilan yang diperlukan dalam upaya mencegah timbulnya masalah ataupun dalam upaya pengembangan pribadi (Romlah 2006; Rusmana 2009).
Gazda (dalam Romlah,2006) mengemukakan konsep bimbingan kelompok sebagai cara penyampaian informasi yang tepat mengenai masalah pendidikan, karir, pribadi dan sosial. Informasi disampaikan terutama bertujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri individu dan pemahaman terhadap orang lain. Perubahan sikap pada anggota kelompok, merupakan tujuan yang tidak langsung dari bimbingan kelompok. Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan menggunakan berbagai media instruksional dan menerapkan konsep-konsep dinamika kelompok.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok sebagai suatu teknik merupakan proses pemberian bantuan kepada individu yang dikelola secara kelompok. Dalam pelaksanaannya menerapkan prinsip-prinsip dinamika kelompok dan menggunakan berbagai macam teknik instruksional (pembelajaran).Sebagai teknik, bimbingan kelompok digunakan dalam konteks layanan bimbingan kelompok maupun layanan bimbingan klasikal.
Telah disebutkan bahwa bimbingan kelompok dilaksanakan dalam situasi kelompok.Hal ini berarti aktivitasnya dilaksanakan dalam kelompok.Dengan demikian perlu pula dipahami konsep tentang kelompok.
Kelompok oleh Johnshon dan Johnshon (dalam Romlah,2006: 22), didefinisikan sebagai kumpulan,/ himpunan dua orang atau lebih yang saling berinteraksi. Johnshon dan Johnson tidak membatasi seberapa banyak jumlah anggota kelompok, tetapi ia menggunakan criteria bahwa masing-masing anggota menyadari atas keanggotanya dalam kelompok, mengetahui dengan pasti anggota kelompoknya, dan masing-masing menyadari adanya saling ketergantungan yang positif dalam mencapai tujuan bersama.
Sekumpulan individu, dapat dikatakan sebagai kelompok apabila menunjukkan cirri-ciri sebagaimana dikemukakan oleh Romlah (2006:22-23), yaitu: menunjukkan adanya: (1) interaksi antar pribadi antara sesama anggota kelompok; (2) saling ketergantungan yang positif; (3) rasa keterikatan (kohesifitas) antara anggota kelompok; (4) tujuan bersama; (5) motivasi untuk dapat memuaskan kebutuhan bersama; (6) hubungan yang terstruktur yang didasarkan pada peranan-peranan dan norma tertentu; (7) saling pengaruh-mempengaruhi antar sesama anggota kelompok.
Berdasarkan pembahasan pengertian bimbingan kelompok di atas, dapat dikatakan bahwa bimbingan kelompok sebagai suatu strategi yang kemudian disebut sebagai layanan bimbingan kelompok, lebih melihat pelaksanaan bimbingan yang dikelola di dalam kelompok kecil.Dalam pelaksanaannya menggunakan prosedur dan teknik-teknik bimbingan kelompok. Pembahasan berikutnya akan lebih menfokuskan pada bimbingan kelompok sebagai teknik dalam bimbingan. Teknik-teknik bimbingan kelompok dapat diaplikasikan dalam layanan bimbingan kelompok maupun layanan bimbingan klasikal.
Ciri-ciri Bimbingan Kelompok
Dalam konteks bimbingan dan konseling, terdapat dua macam teknik yang dalam prosesnya dilaksanakan dalam situasi kelompok, yaitu bimbingan kelompok dan konseling kelompok. Untuk lebih memahami konsep bimbingan kelompok, berikut ini dicoba dianalisis persamaan dan perbedaan antara bimbingan kelompok dengan konseling kelompok.
Di antara bimbingan kelompok dengan konseling kelompok, keduanya memiliki kesamaan, yaitu keduanya merupakan proses bantuan yang dikelola dalam situasi kelompok.Namun keduanya memiliki ciri yang berbeda.Adapun ciri bimbingan kelompok dengan konseling kelompok, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tujuan Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok sebagai salah satu pendekatan dalam bimbingan, secara umum mempunyai tujuan yang sama dengan tujuan bimbingan, yaitu membantu individu/ konseli agar dapat; (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya di masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat dan lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat maupun lingkungan kerja. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa tujuan bimbingan dan konseling yaitu membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangan, yang meliputi aspek perkembangan pribadi, sosial, belajar dankarier (Depdiknas, 2008).
Sebagai salah satu pendekatan dalam bimbingan yang dikelola dalamkelompok, dengan karakteristiknya yang khas, bimbingan kelompok mempunyai tujuan yang khas pula. Tujuan bimbingan kelompok sebagai salah satu pendekatan dalam bimbingansebagaimana di tulis oleh Romlah, (2006), yaitu:
- Memberi kesempatan pada individu belajar hal-hal penting yang berguna bagi pengarahan diri, yang berkaitan dengan masalah pendidikan, belajar, karir dan pribadi sosial.
- Memberikan pelayanan penyembuhan pada anggota kelompok (secara tidak langsung).
- Untuk mencapai tujuan bimbingan secara lebih ekonomis dan efektif daripada melalui pendekatan individual.
- Untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih efektif.
Sebagai salah satu pendekatan dalam bimbingan yang dikelola secara kelompok,menurut Traxler (dalam Romlah,2006),bimbingan kelompok memberi nilai manfaat dalam pelaksanaan program bimbingan secara umum. Adapun manfaat yang dimaksud oleh Traxler adalah sebagai berikut: (1) dapat menghemat waktu; (2) cocok digunakan untuk kegiatan yang sifatnya instructional (pembelajaran), seperti informasi karir, informasi program sekolah dll; (3) bimbingan kelompok dapat menolong individu dalam memahami orang lain; (4) membantu individu lebih berani mengungkap masalah dan membuka dirinya; (5) membantu pelaksanaan konseling individual dengan lebih efektif; (6) mempunyai nilai-nilai penyembuhan.
Proses Kelompok
Agar pelaksanaan kegiatan bimbingan kelompok ataupun bimbingan klasikal dapat berlangsung secara efektif,maka prosedur pelaksanaannya hendaknya memperhatikan proses perkembangan kelompok. Proses perkembangan kelompok dapat dipandang sebagai tahap-tahap yang dilalui sekumpulan individu hingga menjadi kelompok yang kohesif dalam melakukan kegiatan kelompoknya.Kohesifitas suatu kelompok berpengaruh positif atas produktivitas kelompok. Tahap-tahap ini meliputi tahap awal atau orientasi, tahap peralihan atau transisi,tahap produktivitas dan tahap terminasi. Berdasarkan tahap perkembangan kelompok tersebut,makadalam pelaksanaan bimbingan kelompok juga melalui tahap-tahap sebagaimana dalam proses kelompok tersebut.
1. Tahap awal atau orientasi
Tahap awal atau tahap orientasi dilihat dari sisi perkembangan kelompok, merupakan tahap pembentukan kelompok. Pada tahap ini anggota kelompok baru menjadi sekumpulan individu, belum menunjukkan adanya ciri sebagai suatu kelompok yang kohesif.Pada umumnya anggota kelompok menunjukkan kondisi merasa tidak nyaman, cemas dalam menghadapisituasi kelompok baru. Mereka ingin tahu apa yang akan terjadi di dalam kelompok. Pada tahap awal ini diharapkan anggota dapat membangun rasa aman dan nyaman di dalam kelompok dengan belajar saling mengenal dan mengembangkan kepercayaan di antara anggota kelompok, termasuk dengan pemimpin kelompok. Di samping itu mereka juga membutuhkan informasi tentang apa kegiatan dan tujuan yang akan dicapai melalui kelompok. Peran pemimpin kelompok pada langkah awal ini antara lain yaitu: (1) menjelaskan tujuan kelompok, (2) menjelaskan aturan-aturan dan tatacara berpartisipasi dalam aktivitas kelompok, (3) menjelaskan asas-asas dalam kegiatan kelompok, (4) menfasilitasi anggota untuk saling mengenal, (3) memberi model perilaku-perilaku yang efektif dalam berpartisipasi di dalam kelompok, seperti sikap hangat, akrab, penghargaan,empati dan lain-lain yang diperlukan dalam proses kelompok.
Di dalam kelompok yang sudah terbentuk seperti kelompok kelas dalam layanan klasikal ataupun kelompok layanan bimbingan di mana anggota sudah saling mengenal, konselor tetap mengadakan orientasi di awal pertemuan. Tujuannya untuk mempersiapkan anggota kelompok agar merasa nyaman dan termotivasi dalam mengikuti kegiatan pelayanan bimbingan kelompok. Peran konselor pada langkah awal ini yaitu membuka pertemuan dengan membina hubungan baik, menyampaikan tujuan dan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan,mengadakan apersepsi atau memberi materi pengait untuk mempersiapkan anggota dalam mendapatkan materi yang akan disampaikan.
2. Tahap peralihan/ transisi
Merupakan peralihan dari orientasi menuju pada tahap kegiatan inti.Setelah kelompok terbentuk, anggota saling mengenal dan mengembangkan sikap saling percaya, maka anggota kelompok belajar bekerja bersama sebagai suatu tim, yang memerlukan aturan atau norma yang harus dipatuhi bersama, agaranggota kelompok dapat berpartisipasi aktif dan produktif dalam melaksanakan kegiatan sehingga dapat mencapai tujuan.Norma-norma yang dikembangkan di antaranya yaitu: (1) tanggungjawab sebagai anggota kelompok, (2) responsive terhadap anggota, (3) saling ketergantungan yang positif untuk mencapai tujuan, (4) masalah yang timbul harus dihadapi dan dipecahkan.
Pada tahap kedua ini pemimpin hendaknya dapat berperan dalam mengajarkan keterampilan dan sikap-sikap yang diperlukan untuk mencapai suatu kelompok yang efektif,sehingga anggota dapat berpartisipasi pada tahap produktivitas.Adapun peran pemimpin kelompok antara lain (1) menjelaskan kepada anggota kelompok tentang kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahap kegiatan inti atau produktivitas, (2) memelihara suasana kelompok agar tetap semangat,kompak dan focus pada tujuan, (3) menfasilitasi terjadinya perubahan suasana interaksi antar anggota kelompok, (4) menerima adanya perbedaan anggota kelompok secara terbuka.
3. Tahap kegiatan inti atau produktivitas
Merupakan tahap di mana kelompok berkembang menjadi suatu kelompok yang produktif, melakukan aktivitas-aktivitas untuk mencapai tujuan kelompok.Aktivitas yang dilakukan dapat berupa diskusi, latihan-latihan keterampilan tertentu, menyelesaikan tugas dan lain-lain sesuai dengan teknik dan tujuan kelompok yang telah dirancang.
Pada tahap produktivitas, hubungan pribadiantar anggota kelompok biasanya semakin akrab sehingga kadang mereka melalaikan tugas yang menjadi tanggungjawabnya.Kadang kelompokjuga menunjukkan gejala pecahnya perhatian antara menyelesaikan tugas atau meningkatkan hubungan antar pribadi.Pada tahap kegiatan inti,pemimpin kelompok berperan dalam membantu anggota kelompok meningkatkan keterampilan-keterampilan yang perlu dikuasai, memberi motivasi pada anggota untuk menyelesaikan tugas-tugasnya,menyeimbangkan antara pelaksanaan tugas dengan pengembangan hubungan antara pribadi, antara lain dengan (1) mendorong anggota untuk berbagi pikiran, berbagi pengalaman, (2) mengatur jalannya lalu lintas kegiatan, (3) memberi motivasi kepada anggota untuk aktif dalam kegiatan kelompok, (4) menggunakan teknik intervensi yang relevan dengan perubahan tingkah laku yang diharapkan, (5) mengendalikan diri untuk tidak mengambil alih permasalahan yang ditemukan anggota kelompok (6) tetap aktif tetapi tidakmendominasi.
4. Tahap penutup atau terminasi
Merupakan tahap di mana kelompok mengakhiri kegiatan sesuai dengan rancangan. Para anggota kelompok akan meninggalkan kelompok karena kegiatan telah usai. Kapan berakhirnya suatu kelompok, tergantung pada jenis kelompok yang dibentuk dan rancangan kegiatan yang telah dikontrakkan bersama dengan anggota kelompok.
Pemimpin kelompok harus dapat membantu anggota dalam menghadapi tahap terminasi. Peran pemimpin kelompok antara lain yaitu: (1) menyiapkan anggota kelompok menghadapi terminasi dengan memberi penjelasan akan berakhirnya kegiatan kelompok, (2) membantu anggota kelompok merangkum pengalaman yang diperoleh selama mengikuti kegiatan, (3) membantu anggota membuat rencana dalam mengaplikasikan hasil belajarnya, (4) mengadakan refleksi dan evaluasi, (5) membahas kegiatan yang akan datang, dan (6) mengemukakan kesan dan harapan.
Tahap-tahap dalam proses kelompok tersebut di atas, berlangsung pada aktivitas kelompok, baik pada kelompok dalam konseling kelompok, strategi bimbingan kelompok maupun dalam bimbingan klasikal. Konselor sebagai pemimpin dalam kelompok, dapat menyesuaikan diri dalam melaksanakan perannya, sesuai dengan jeniskelompoknya.
Tahap-tahap dalam proses perkembangan kelompok, juga berlangsung dalam aktivitas bimbingan kelompok dalam suatu sesi pertemuan. Konselor diharapkan dapat berperan dalam membantu anggota kelompok di setiap tahap dalam proses kegiatan kelompok sehingga layanan dapat berlangsung secara efektif. Peran konselor pada setiap tahap proses kelompok di dalam pelaksanaan layanan yang berlangsung di satu sesi layanan dapat dilihat pada alur sebagai tabel berikut:

Pada waktu mengambangkan RLBK (Rancangan Layanan Bimbingan Kelompok/ Klasikal, maka tahap-tahap dalam proses bimbingan kelompok tersebut di atas juga harus terbaca secara jelas. Dengan demikian RLBK sebagai panduan dalam melaksanakan pelayanan bimbingan kelompok benar-benar dapat berfungsi secara efektif.



