Peserta didik/konseli adalah subyek utama layanan bimbingan dan konseling di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sebagai subyek layanan, karakteristik peserta didik/ konseli menjadi dasar pertimbangan dalam merancang serta melaksanakan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Ketepatan pemilihan dan penentuan rumusan tujuan, pendekatan, teknik dan strategi layanan yang sesuai dengan karakteristik peserta didik/ konseli sangat mempengaruhi keberhasilan layanan bimbingan dan konseling. Oleh karena itu, pemahaman karakteristik peserta didik/ konseli merupakan prasyarat yang harus dipenuhi sebelum guru bimbingan dan konseling atau konselor melaksanakan layanan profesionalnya.
Karakteristik Peserta Didik/ Konseli SMK
Karakteristik peserta didik/konseli diartikan sebagai ciri-ciri yang melekat pada peserta didik/ konseli SMK yang bersifat khas dan membedakannya dengan peserta didik/ konseli satu dengan lainnya. Selain kecerdasan, bakat, minat, dan disposisi lainnya, karakteristik peserta didik/ konseli SMK yang perlu dipahami meliputi aspek-aspek berikut.
1. Aspek Fisik
Peserta didik/ konseli SMK berada pada masa remaja madya yang telah mencapai kematangan fisik diantaranya: perubahan bentuk tubuh, ukuran, tinggi, berat badan, dan proporsi muka serta badan yang tidak lagi menggambarkan anak-anak. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya fisik khas laki-laki dan perempuan. Perkembangan fisik yang telah sempurna diiringi dengan perkembangan psikoseksual dengan kematangan organ-organ seksualnya. Mereka menjadi lebih memberikan perhatian terhadap penampilan fisiknya serta mulai tertarik pada lawan jenisnya.
2. Aspek Kognitif
Perkembangan pemikiran peserta didik/konseli SMK mulai menunjukkan kemampuan berpikir logis yang lebih baik. Mereka mulai mampu berfikir yang menghubungkan sebab dan akibat dari kejadian-kejadian di lingkungannya. Pemahaman terhadap diri serta lingkungannya mulai lebih meluas dan mendalam. Mereka cenderung berfikir secara ideal, sehingga seringkali mengkritisi maupun menentang pemikiran orang dewasa.
Walaupun mereka memiliki argumentasi-argumentasi pemikiran yang berkembang, namun juga sering merasa ragu-ragu sehubungan dengan keterbatasan pengalaman yang dimilikinya. Peserta didik/konseli SMK juga menampakkan egosentrisme berfikir, yang menganggap dirinya benar serta cenderung menentang pemikiran orang dewasa maupun aturan-aturan di lingkungannya.
3. Aspek Sosial
Pada aspek sosial, peserta didik/ konseli SMK mulai tumbuh kemampuan memahami orang lain. Kemampuan ini mendorongnya menjalin hubungan sosial dengan teman sebaya. Mereka menjalin hubungan pertemanan yang erat dan menciptakan identitas kelompok yang khas. Hubungan kelompok sebaya lebih menguat serta cenderung meninggalkan keluarga.
Orang tua merasa kurang diperhatikan. Masa ini juga ditandai dengan berkembangnya sikap konformitas, yaitu kecenderungan untuk: meniru, mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran (hobi), atau keinginan orang lain.
Perkembangan konformitas dapat berdampak positif atau negatif, tergantung kepada kualitas kelompok dimana konformitas itu dilakukan. Ada beberapa sikap yang sering ditampilkan peserta didik/ konseli SMK antara lain: kompetisi atau persaingan, konformitas, menarik perhatian, menentang otoritas, sering menolak aturan dan campur tangan orang dewasa dalam hal urusan-urusan pribadinya. Kondisi ini mengakibatkan pandangan negatif masyarakat pada peserta didik/ konseli di kelompok usia tersebut.
4. Aspek Emosi
Peserta didik/ konseli SMK merupakan kelompok usia remaja digambarkan dalam keadaan yang tidak menentu, tidak stabil, dan emosi yang meledak-ledak. Meningginya emosi terjadi karena adanya tekanan tuntutan sosial terhadap peran-peran baru selayaknya orang dewasa. Kondisi ini dapat memicu masalah, seperti kesulitan belajar, penyalahgunaan obat, dan perilaku menyimpang. Remaja yang sering mengalami emosi yang negatif cenderung memiliki prestasi belajar yang rendah.
Namun peserta didik/ konseli mulai belajar mengendalikan emosinya. Pada masa remaja ini juga terjadi perkembangan emosi terhadap lawan jenis. Dengan matangnya hormon seksual, mereka mulai merasakan ketertarikan dan memberikan perhatian khusus pada lawan jenis. Pada umumnya mereka tumbuh rasa jatuh cinta yang terkadang berlanjut sampai pacaran.
5. Aspek Moral
Melalui pengalaman berinteraksi sosial dengan orang tua, guru, teman sebaya, atau orang dewasa lainnya, tingkat moralitas peserta didik/konseli SMK sudah lebih matang jika dibandingkan dengan usia anak atau remaja awal.
Mereka sudah lebih mengenal nilai-nilai moral atau konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan. Peserta didik/ konseli sudah dapat menginternalisasikan penilaian-penilaian moral dan menjadikannya sebagai nilai pribadi.
Pertimbangan moral yang diinternalisai peserta didik/ konseli bukan lagi karena dorongan orang lain atau perintah orang tua namun karena keinginan dari hati dan merupakan pilihannya. Peserta didik/ konseli berperilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi juga aspek psikis, seperti rasa senang dengan adanya penerimaan, pengakuan, atau penilaian positif dari teman sebaya atau orang lain tentang perbuatannya.
6. Aspek Religius
Pada tahap usia ini peserta didik/konseli lebih matang sehingga mulai meyakini agamanya dan melakukan ibadah sesuai aturan agamanya. Dalam kehidupan beragama, Peserta didik/ konseli sudah melibatkan diri ke dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. Peserta didik/ konseli sudah dapat membedakan agama sebagai ajaran dengan manusia sebagai penganutnya (ada yang taat dan ada yang tidak taat).
Kegiatan ibadah yang dilakukan bukan lagi berdasar dogma semata, melainkan berdasar kesadaran diri untuk menjalankan perintah agama. Dalam mewujudkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa itu, maka peserta didik/ konseli seharusnya mengamalkan nilai-nilai akidah, ibadah, dan akhlakul karimah dalam kehidupannya sehari-hari.